Selasa, 28 Juli 2015

konsep akhlak mulia bagi pelajar



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Konteks Kajian
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi akhlak yang mulia. Esensi diutusnya Nabi Muhammad Shollā Allah ‘alaih wa sallam, adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Nabi Muhammad Shollā Allah ‘alaih wa sallam, bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ
          Artinya:  aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.[1]
Nabi Muhammad Sholla Allah ‘alaih wa sallam, merupakan suri teladan bagi ummat manusia seluruh alam. Beliau diutus sebagai rahmatan lil’ālamin. Beliau adalah cerminan akhlak yang mulia. Segala akhlak yang mulia berpusat kepada Nabi Muhammad Shollā Allah ‘alaih wa sallam, karena beliau adalah muara akhlak yang mulia baik lahir ataupun batin.
Imam Al-ghozali (W. 505 H/1111 M) menegaskan bahwa tidak ada drajat yang paling mulia melainkan dengan mengikuti perintah-perintah, tindakan-tindakan, akhlak-akhlak dan budi pekerti nabi Muhammad Shollā Allah ‘alaih wa sallam, baik berupa ucapan, perbuatan, akidah dan niat. Barang siapa yang tidak berakhlak mulia maka dia akan terhijab dari segala kebaikan.[2]
Akhlak merupakan lambang kualitas muslim. Eksistensi muslim ditentukan oleh bagaimana dia menerapkan akhlak yang mulia dalam sendi-sendi kehidupannya. Akhlak merupakan manifestasi dari keimanan, dan penerapan syarī’at Islam. Baik dan buruknya akhlak menjadi tanda sempurna dan tidaknya iman seseorang. selain itu, Baik dan buruknya akhlak juga merupakan tolok ukur ketaqwa’an seorang hamba dalam menjalankan Syarī’at Islam.[3]
Kiai Hasyim Asy’ari (W. 1366 H/1947 M) dalam kitab Ādāb al-‘Ālim wa al-Muta’allim menyatakan bahwa semua pekerjaan yang bersifat agama, baik yang bersifat hati, badaniyah; perkataan atau perbuatan tidak akan dianggap sama sekali kecuali jika pekerjaan tersebut diliputi dengan adab yang bagus, sifat-sifat terpuji dan akhlak yang mulia.[4] 
            UUD 1945 meletakkan kewajiban kepada Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan Nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.[5]
Bapak pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara (W. 1378 H/1959 M) mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti (akhlak mulia), pikiran jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Pendidikan tidak hanya berfungsi untuk memajukan jasmani akan tetapi juga pikiran dan yang lebih penting adalah memajukan budi pekerti (akhlak mulia) siswa didik sehingga mencapai kesempurnaan hidup.[6]
Dari beberapa uraian di atas dapat dimengerti bahwa akhlak merupakan perkara yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia, baik secara pribadi, kelompok masyarakat bahkan dunia pendidikan dan pelajar pada khususnya, sehingga wajar apabila persoalan akhlak selalu mendapatkan perhatian yang serius dikalangan Ulamā’, Ahli Pikir dan Pemerintahan.  
Saat ini, lingkungan pergaulan anak sudah sangat mengkawatirkan sekali. Perilaku dan moralitas pelajar dan mahasiswa juga sangat memprihatinkan. Hal ini terlihat pada berbagai peristiwa yang mencoreng wajah pendidikan Indonesia.[7] Selain itu, hasil laporan yang dilakukan baru-baru ini oleh Organisasi Nonprofit Plan International dan ICRW (International Center for Research on Women) juga menunjukkan wajah pendidikan Indonesia yang buruk. Dalam laporan itu dipaparkan bahwa 84 persen pelajar di Indonesia pernah mengalami kekerasan. Secara keseluruhan, 7 dari 10 anak mengalami kekerasan.[8]
Paparan di atas mengisyaratkan bahwa pembentukan dan penerapan akhlak mulia  pada pelajar semestinya harus lebih diperhatikan, karena hal ini merupakan suatu yang sangat urgen sekali terutama bagi kelangsungan masa depan pendidikan Indonesia.
Syaikh az-Zarnuji (W. 640 H/1242 M) jauh-jauh hari sudah menyimpulkan betapa penting sekali penerapan akhlak mulia bagi para pelajar. Kesimpulan itu pula yang yang mendasari penyusunan karya monumental beliau: Ta’līm al-Muta’allim. Beliau memaparkan bahwa kegagalan yang terjadi pada para pelajar adalah dikarenakan kesalahan para pelajar dalam proses menempuh pendidikan serta tidak mau menghiraukan syarat-syarat dalam menuntut ilmu (diantaranya menetapi akhlak-akhlak yang mulia), sehingga mereka gagal dan terhalang dari kemanfa’atan ilmu dan kesuksesan.[9]
Salah satu Ulama’ Indonesia yang memberikan kontribusi dalam pendidikan akhlak mulia bagi pelajar kususnya dalam lembaga pendidikan Islam tradisonal; Pondok Pesantren[10]  ialah Kiai Ahmad Maisur Sindi (W. 1416 H/1996 M). Beliau merupakan sosok kiai yang telah melakukan rihlah yang panjang dalam menuntut ilmu sebagai santri dari satu pesantren ke pesantren yang lain. Beliau adalah sosok pelajar  yang telah mengenyam pendidikan dari berbagai Ulama’ terkemuka Nusantara di zamannya. Diantara Ulama’ yang menjadi guru beliau adalah Kiai Hasyim Asy’ari, Tebu Ireng, Jombang (W. 1366 H/1947 M) dan Kiai Muhammad Ihsan Dahlan (W. 1372 H/1952 M), Jampes, Kediri. 
Kiai Ahmad Maisur Sindi adalah salah satu ulama’ yang telah mengabdikan hidupnya untuk memperjuangkan agama Islam melalui pendidikan dan ilmu. Beliau adalah Kiai sekaligus Ulama’ yang produktif dalam menyusun karya-karya ilmiyah dari berbagai bidang ilmu agama. Setidaknya ada 12 karya ilmiyah telah diterbitkan dan digunakan sebagai bahan ajar dalam lembaga pendidikan Islam tradisonal di Indonesia. Sebenarnya masih ada beberapa karya ilmiyah yang lain milik beliau yang belum diterbitkan, diantaranya adalah karya yang menjelaskan tentang ilmu astronomi. Dalam kitab tersebut beliau menguraikan beberapa hal yang menarik diantaranya rumusan mengenai berat volume bumi dan tata cara sholat di bulan.[11]
Kiai Ahmad Maisur Sindi, adalah seorang ‘ālimallamah dari kota Purworejo Jawa Tengah yang merupakan salah satu kiai di Pondok Pesantren Mahir ar-Riyadl Ringinagung Keling Kec. Kepung Kab. Kediri. Tapi sungguh disayangkan namanya tenggelam dan hampir kurang dikenal oleh masyarakat Kediri, walaupun karyanya banyak yang mengkaji terutama di madarasah-madarasah diniyah di bawah naungan pondok pesantren klasik. 
Karya kiai Ahmad Maisur Sindi yang mengulas akhlak yang mulia bagi pelajar adalah kitab yang berjudul Tanbīh al-Muta’allim. Kehadiran kitab ini sebagai respon atas pentingnya pendidikan akhlak mulia bagi para pelajar.[12] 
Kitab Tanbīh al-Muta’allim sungguh menarik untuk dikaji dikarenakan disusun dengan kalam Syair berbahar al-Basīth serta diikuti keterangan dengan tulisan pegon berbahasa jawa tengah kromo ingge’l yang mudah untuk dihafal dan dipaham oleh para pelajar. Karakteristik pemikiran beliau dalam kitab ini persis seperti apa yang telah tergambar dalam kitab Ādāb al-‘Ālim Wa al-Muta’allim karya guru beliau; kiai Hasyim Asy’ari. Pemikiran beliau bercorak praktis, yang tetap berpegang teguh pada al-Quran dan al-Hadits. Kecenderungan lain dalam pemikiran beliau adalah mengetengahkan nilai-nilai yang bernafaskan sufistik. Beliau sendiri menyatakan bahwa sejatinya bait-bait dalam kitab beliau adalah peringatan/pesan guru beliau; Kiai Hasyim Asy’ari kepada para santri-santri yang terkadang ditambahkan beberapa keterangan beliau sendiri dengan diberi label ziyādatī.  Beliau menyatakan bahwa penyusunan kitab Tanbīh al-Muta’allim ini ditujukan untuk semua pelajar pada umumnya dan untuk para pelajar pemula pada kususnya agar supaya berguna sebagai tangga menuju tercapainya cita-cita yang mulia. [13]
Dengan mengingat dan mempertimbangkan beberapa hal yang telah dipaparkan di atas maka penulis terdorong untuk mengadakan penelitian guna mengungkap pemikiran kiai Ahmad Maisur Sindi tentang akhlak bagi pelajar dalam sebuah kitab beliau yaitu, kitab Tanbīh al-Muta’allim dengan mengambil judul “Konsep Pendidikan Akhlak Mulia Bagi Pelajar Menurut Kiai Ahmad Maisur Sindi Dalam Kitab Tanbīh Al-Muta’allim”.

B.     Fokus Kajian
Berdasarkan konteks kajian yang telah dikemukakan maka dapat dikemukakan beberapa fokus kajian sebagai berikut:
1.      Bagaimana konsep pendidikan akhlak mulia bagi pelajar menurut kiai Ahmad Maisur Sindi?
2.      Bagaimana implikasi pendidikan akhlak mulia menurut kiai Ahmad Maisur Sindi dalam kehidupan sehari-hari?

C.    Tujuan Kajian
Kajian ini bertujuan untuk:
1.        Mengetahui konsep pendidikan akhlak mulia bagi pelajar menurut kiai Ahmad Maisur Sindi.
2.       Mengetahui implikasi pendidikan akhlak mulia menurut kiai Ahmad Maisur Sindi dalam kehidupan sehari-hari.

D.    Kegunaan Kajian
Peneliti berharap hasil kajian ini nantinya dapat digunakan sebagai:
1.      wawasan tentang konsep akhlak mulia bagi pelajar yang diuraikan dalam kitab Tanbīh al-Muta’allim oleh  ālimallamah, Kiai Ahmad Maisur Sindi.
2.      acuan dalam pembentukan dan pembenahan akhlak bagi pelajar dalam lembaga pendidikan Islam dan lembaga pendidikan Nasional.
3.      penanggulangan tindak kejahatan dan amoral yang terjadi dalam lingkungan pendidikan baru-baru ini dimana kejahatan dan tindakan amoral tersebut tidak bisa diobati hanya dengan menggunakan ilmu pengetahuan saja melainkan dengan cara pendekatan moral dan akhlak.
4.      Penjelasan atas pemikiran salah satu Ulama’ Indonesia yang telah berjasa dalam pendidikan Islam di Indonesia.
5.       sebagai khazanah keilmuan yang berguna untuk generasi penerus.

E.     Metode Kajian
1.      Jenis Kajian
Jenis penelitian ini adalah studi tokoh berbentuk penelitian kepustakaan (library research)[14], yaitu penelitian yang fokus kajiannya pada buku-buku atau sumber kepustakaan lain. Maksudnya, data-data dicari dan ditemukan melalui kajian pustaka dari buku-buku yang relevan dengan pembahasan.
Penelitian studi tokoh merupakan salah satu jenis penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1973), penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif: ucapan atau tulisan dan prilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri. Pendekatan ini langsung menunjukkan setting dan individu-individu dalam setting itu secara keseluruhan. Subyek studi, baik berupa organisasi, lembaga, atau individu, tidak dipersempit menjadi variabel yang terpisah atau menjadi hipotesis, melainkan dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan (holistic). Melalui metode kualitatif, peneliti dapat mengenal lebih jauh dan mendalam mengenai sang tokoh secara pribadi dan melihat dia mengembangkan definisinya sendiri tentang dunia dengan berbagai pemikiran, karya, dan prilaku yang dijalaninya. Di samping itu, dengan metode kualitatif, peneliti tokoh dapat menyelidiki lebih mendalam konsep-konsep atau ide-ide, yang melalui pendekatan lainnya, akan kehilangan subtansinya.[15]
Singkatnya, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran utuh dan jelas tentang konsep akhlak mulia bagi pelajar berdasarkan pemikiran kiai Ahmad Maisur Sindi.  
2.      Sumber Data
a.       Sumber Primer
Sumber primer dalam kajian ini adalah kitab Tanbīh al-Muta’allim, karya kiai Ahmad Maisur Sindi.
b.      Sumber Sekunder
Untuk menunjang kajian, penulis membutuhkan sumber-sumber lain selain dari kitab Tanbīh al-Muta’allim yang penulis kaji. Sumber-sumber sekunder itu adalah kitab Ihyā’ ulūmi ad-Dīn, Roudloh at-Thōlibīn wa ‘Umdah as-Sālikīn, Ta’līm al-Muta’allim, Ādāb al-‘Ālim Wa al-Muta’allim, Mufīd at-Thullāb, dan kitab-kitab lain serta buku-buku yang ada kaitanya dengan kajian penelitian seperti Manusia Dan Pendidikan, Psikologi Belajar, Psikologi Agama, Ilmu Jiwa Belajar, dan lain-lain.
3.      Teknik Pengumpulan Data
a.       Dokumentasi
Metode ini merupakan pengambilan data berdasarkan dokumentasi yang dalam arti sempit berarti kumpulan data verbal dalam bentuk tulisan.[16] Metode dokumentasi juga didefinisikan dengan pengumpulan data dengan menggunakan data yang didokumentasikan, baik berupa buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.[17]
b.      Wawancara
Peneliti menggunakan metode ini dikarenakan masih ada ahli waris dan saksi hidup yang bisa dimintai keterangan terkait masalah yang diteliti oleh peneliti. Metode wawancara adalah cara untuk mengumpulkan data yang digunakan peneliti dengan mengunakan pertanyaan lisan kepada pihak-pihak yang sekiranya berkaitan dengan masalah penelitian.[18]
4.      Teknik Analisis Data
Pada hakikatnya analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan mengkategorikannya sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab. Analisis data merupakan bagian yang terpenting dalam metode ilmiah, karena dengan analisislah data tersebut dapat berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Analisis data kualitatif yang digunakan dalam skripsi ini berupa kata-kata bukan berupa angka-angka yang disusun dalam tema yang luas.
Dalam menganalisis data setelah data terkumpul, peneliti menggunakan metode-metode sebagai berikut:
a.        Metode Analisis Domain (Domain Analysis), yaitu analisis yang digunakan untuk mendapat gambaran yang bersifat umum dan relatif menyeluruh terhadap fokus studi. Dengan analisis domain, hasil yang diperoleh merupakan kumpulan jenis domain atau kategori konseptual berserta kategori simbolis yang dirangkumnya. Teknis analisis ini sangat relevan untuk untuk dipakai dalam studi yang bersifat eksploratif. Artinya, analisis hasil studi hanya ditargetkan untuk memperoleh gambaran seutuhnya dari sang tokoh [atau obyek yang dikaji], tanpa harus dirinci unsur-unsurnya secara detail.[19]
b.       Metode Analisis Isi (Content Analysis), yaitu analisis ilmiyah tentang isi pesan suatu komunikasi dari sebuah buku atau dokumen. Metode Analisis Isi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian operasional jenis analitik yang terdiri dari beberapa fase sebagai berikut :
Fase I:  rencana awal yang dimulai dari sebuah fenomena (sampling)  dari masalah (categories), penyatuan atau pembentukan persepsi (unitizing), pengukuran masalah (measurement), dan pengajuan kerangka teori (posing).
Fase II:  pengolahan data yang diambil dari beberapa refrensi berdasarkan pada fase I. Data tersebut disaring menjadi beberapa data kecil yang kemudian dianalisa sampai menghasilkan sebuah kesimpulan.
Fase III:  kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian dicek sesuai dengan refrensi yang digunakan.[20]     

F.     Definisi Isthilah
Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan persepsi dalam memahami beberapa isthilah yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini, maka penulis perlu mengemukakan beberapa definisi operasional, antara lain:
  1. Konsep Pendidikan Akhlak Mulia
konsep berarti ide umum; pengertian; pemikiran; rancangan; rencana besar.[21]
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentukya kepribadian yang sempurna.[22]
Akhlak ialah sikap yang digerakkan oleh jiwa yang menimbulkan tindakan dan perbuatan dari manusia baik terhadap Tuhan maupun terhadap sesama manusia ataupun terhadap dirinya sendiri. Dengan kata lain akhlak disebut moral.[23] Jika sikap yang digerakkan oleh jiwa menimbulkan tindakan dan perbuatan yang baik maka disebut dengan akhlak mulia, namun jika sikap yang digerakkan oleh jiwa menimbulkan tindakan dan perbuatan yang buruk maka disebut akhlak yang tercela.[24]
Dengan demikian konsep pendidikan akhlak mulia adalah pemikiran atau ide umum yang digunakan untuk membimbing seseorang agar dapat bertindak dan berbuat hal-hal baik yang timbulnya dari dalam jiwa.    
  1. Kiai Ahmad Maisur Sindi
Kiai secara kebahasaan berarti seseorang yang dipandang ‘alim (pandai) dalam bidang agama Islam. Kiai dalam masyarakat Jawa adalah orang yang dianggap menguasai agama Islam dan biasanya mengelola dan mengasuh pondok pesantren.[25]
Ahmad maisur Sindi merupakan nama salah satu ulama’ dari daerah Purworejo Jawa Tengah yang merupakan salah satu kiai dan pengasuh pondok pesantren Mahir ar-Riyadl Ringinagung, Keling, Kepung, Pare, Kediri yang telah menyusun kitab Tanbīh al-Muta’allim fi Ādāb al-Muta’allim yaitu kitab yang penulis jadikan tema dalam penyusunan skripsi ini.
  1. Kitab Tanbīh al-Muta’allim
Tanbīh al-Muta’allim adalah salah satu kitab karya kiai Ahmad maisur Sindi yang disesuaikan dan disediakan bagi para pelajar pada umumnya dan untuk para pelajar-pelajar madarasah di pondok-pondok pesantren khususnya pada tingkatan Ibtidaiyyah. Kitab Tanbih al-Muta’allim adalah sebuah karya dalam bentuk nadhom (syi’ir) berbahar basith. dengan menggunakan terjemah arab pegon (ma’na ta’liq).
Jadi maksud dari judul: Konsep Pendidikan Akhlak Mulia Bagi Pelajar Menurut Kiai Ahmad Maisur Sindi Dalam Kitab Tanbīh al-Muta’allim adalah penelitian terhadap suatu cara atau hasil berfikir kiai Ahmad Maisur Sindi tentang akhlak-akhlak mulia yang berguna untuk diterapkan kepada para pelajar  agar mereka tidak salah dalam menempuh pendidikan dan agar mereka menjahui hal-hal yang tidak sepatutnya dilakukan dalam proses belajar yang dituangkan dalam sebuah kitab yang berupa nadhom (sya’ir) dengan menggunakan terjemah jawa arab pegon dan ma’na ta’līq yang berjudul “Tanbīh al-Muta’allim”.
           
G.    Sistematika Penulisan
Agar lebih mudah memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai skripsi ini dan lebih teratur dan sistematis maka perlu adanya sistematika pembahasan yang sekaligus sebagai kerangka berfikir peneliti.
Adapun sistematika pembahasan pada skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I:  Pendahuluan, berisi tentang tinjauan secara global permasalahan yang dibahas dalam kajian ini serta dikemukakan beberapa masalah meliputi:  a) konteks kajian, b) fokus kajian, c) tujuan kajian, d) kegunaan kajian, e)metode kajian, f) definisi istilah, dan g) sistematika penulisan.
Bab II:  Biografi membahas tentang a) riwayat kehidupan/identitas diri kiai Ahmad Maisur Sindi, b) perjalanan pendidikan, c) kiprah, dan d) karya-karya kiai Ahmad Maisur Sindi.
Bab III:  fokus kajian pertama: deskripsi pendidikan akhlak mulia bagi pelajar perspektif kiai Ahmad Maisur Sindi, membahas tentang a) pendidikan akhlak mulia b) kitab Tanbīh al-Muta’allim dan, b) konsep pendidikan Akhlak mulia perspektif kiai Ahmad Maisur Sindi dalam kitab Tanbīh al-Muta’allim.
Bab IV:  fokus  kajian kedua: analisis konsep pendidikan akhlak mulia perspektif kiai Ahmad Maisur Sindi, membahas tentang: a) signifikasi dan relevansi pendidikan akhlak perspektif kiai Ahmad Maisur Sindi, b) implikasinya dalam kehidupan sehari-hari dan Konstruksi kitab Tanbih dalam kontek linguistik.
BAB V:  Penutup yang merupakan bab terakhir membahas tentang a) kesimpulan, dan b) saran-saran.


[1] Ahmad bin al-Hasan bin ‘Ali, Sunan Al-Baihaqi Al-Qubro,  al-Maktabah as-Syamelah, 10 :191 (Al-Maktabah As-Syamelah : Digital, 1994)
[2] Abu Hamid Muhammad al-Ghozali, Majmu’ah Rosa’il al-Imam al-ghozali: Roudloh at-Tholibin Wa ‘Umdah as-Salikin, (Bairut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 2006), h. 10.
[3] Ibid., h. 11.
[4] Muhammad Hasyim Asy’ari, Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, (Jombang: Maktabah Turots al-Islami, 1387 H), h. 11
[5]  Yasin Nur Falah, “Ilmu Jiwa Belajar”, (Kediri: Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri, 2008), h. 58.
[6] Ibid., h. 56.

[7]Rachmad Faisal Harahap “Perilaku Amoral Siswa Turunkan Mutu Pendidikan” Antara on line, http://www. Antara.co id. 27 Desember 2013, diakses tanggal 4 Maret 2015

[8]7 dari 10 Pelajar di Asia Pernah Alami Kekerasan di Sekolah” Kompas on line, http://www. Kompas. Com, Jumat, 27 Februari 2015 | 07:15 WIB diakses tanggal 4 Maret 2015
[9]An-Nu’man bin Ibrohim bin al-Kholil az-Zarnuji, Syarah Ta’lim al-Muta’allim, (Semarang: Thoha Putra, t.t.) h. 3.
[10] Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang tertua di Indonesia dan merupakan lembaga yang diterapkan umat Islam di Indonesia yang secara defakto tidak dapat diabaikan oleh pemerintah. Hasbullah, “Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 40.
[11] Ahmad Maisur Sindi, al-Hawasil al-Munadldlirot, (Kediri: t.p., 1978),  h. 11 & h. 111.
[12] Ahmad Maisur Sindi, Tanbih al-Muta’allim, (Kediri: Percetakan Ringinagung, 2001), h. 4.
[13] Ibid., h. 4.
[14] Arief Furchan dan Agus Maimun,  “Studi Tokoh”: Metode Penelitian Mengenai Tokoh, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), h. 15.
[15] Ibid. h 16-17.
[16] Kuntjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, Pustaka Utama, 1997) h. 129.
[17] Tim Penyiapan Naskah, Pedoman Penulisan skripsi Institut Agama Islam Tribakti (IAIT), (Kediri: Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M), 2014), h. 34. 
[18]  Ibid., h. 34.
[19]  Furchan dan Maimun,  “Studi Tokoh”, h. 65.
                [20]  Carney, T.F., Content Analysis, (London : B.T. Batsford Ltd, 1972), h. 43.
[21]  Sutan Rajasa, “Kamus Ilmiyah Populer”, (Surabaya: Karya Utama, 2002), h. 322.
[22] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: P.T Remaja Rosda Karya, 1992), h. 25-26
[23] Mas’ud Khasan Abdul Qohar Dkk.”Kamus Istilah Pengetahuan Populer”, (Yogyakarta: C.V. Bintang Pelajar, t.t.), h. 14. 
[24]  ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali al-Jurjani, at-Ta’rifat, (Jeddah: al-Haramain, 1421 H), h. 100.
[25] Dewan Ensiklopedi Islam, “Ensiklopedia Islam” (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Vanhove, 2002), Vol. 3, h. 61.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar