Jumat, 22 Juni 2012

JEMBATAN MENUJU DISKUTOR PROFESIONAL




 
Menuju
RUANG DISKUSI
Jembatan
Menuju Diskutor Profesional











Oleh :
M. Yasin Baihaqi











بسم الله الرحمن الرحيم






Prolog
قال تعالى : وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
Allah swt. Berfirman “ Berdiskusilah kamu (Muhammad saw) dengan mereka (Shahabat) dalam suatu permasalahan “.
قال الضَحاك بن مزاحم قوله :"وشاورهم في الأمر"، قال: ما أمر الله عز وجل نبيَّه صلى الله عليه وسلم بالمشورة، إلا لما عُلم فيها من الفضل.
Al-Imam al-Dhahak ibn Muzaahim berkata “ Allah –Maha Suci dan Agung– tidak memerintahkan Nabi saw. Dengan berdiskusi kecuali telah maklum bahwa di dalamnya terdapat sebuah nilai lebih “.
Al-Imam al-Dhahak ibn Muzaahim

قال سيدنا حسن رحمه الله تعالى : ما شاوَر قوم قط إلا هُدُوا لأرشد أمورهم.
“ Selamanya, masyarakat tidak berdiskusi kecuali akan menelurkan sebuah solusi pada urusan-urusan mereka “
Sayyidina al-Hasan ra.

Kiranya, referensi di atas –lebih dari cukup– untuk
memangkas jiwa sombong, rasa malas dan/ kejenuhan kita terhadap forum diskusi.

M. Yasin Baihaqi
BAB I
FORUM MUSYAWARAH

Forum musyawarah –dalam hal ini adalah Bahtsul Masaail- merupakan wujud dari persatuan sekaligus kedewasaan. Bagaimana tidak, kadang peserta musyawarah harus dipaksa untuk menyetujui bahkan membenarkan konflik yang mungkin masih dipertanyakan kebenarannya.
Terlepas dari itu semua, kebutuhan akan bermusyawarah bagi kita semua adalah tidak  bisa kita elak-kan, karena telah melemahnya daya jelajah intelektual ummah yang –pasti- semakin hari semakin konkrit kelemahannya. Maka dari itu timbul-lah sebuah istilah kebeneran yang kita yakini belum-lah tentu benar buat orang lain. Maka hanya melalui –jalur musyawarah-lah kita perlu menyatukan berbagai ragam argumentasi.
Merujuk dari fakta di atas, perlu diketahui, dalam forum ini akan terbentuk dan berjalan bila sudah memenuhi beberapa hal yang harus ada dalam forum tersebut. Hal yang dimaksud adalah wujudnya nara sumber, pembahas, penanya, perumus, pentashih.
A.     Narasumber
Narasumber adalah seorang yang bisa memberikan keterangan tentang permasalahan yang menjadi topic pembahasan.
B.     Perumus
Perumus merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah forum diskusi semacam Bahtsul Masaail. Karena –hanya– perumus-lah yang bias menjadi penengah  dan sekaligus pemecah kebuntuan sewaktu materi pembahasan ruwet dan rancau. Sedari itu, perumus harus-lah termasuk piawai dan pakar dalam urusan diskusi serta matang dalam penguasaan materi. Apalagi bila menimbang tugasnya sebagai perumus (pematang) jawaban dari peserta.
C.     Pentashhih
Selain mengamini rumusan jawaban yang telah tertata rapi oleh perumus, seorang pentashhih harus lebih jeli dan mahir –mestinya– ketimbang perumus. Karena rumusan jawaban –sebelum dishahihkan seyogya-nya perlu pentelaahan ulang serta pengkajian yang lebih matang. Lain dari pada itu, konflik yang acap kali terjadi di antara para perumus adalah beban yang juga harus mampu diselesaikan dengan bijak oleh pentashih.
Melihat fenomena di atas, diskusi akan berjalan normal bila kemampuan nalar dan/ intelektual perumus di atas pembahas dan berada di bawah pentashhih.
D.    Pembahas
Pembahas adalah bagian terpenting dalam forum ini. Karena jawaban yang akan terbentuk merupakan buah dari argumentasi para pembahas. Sedari itu, seorang pembahas harus-lah benar-benar orang yang handal dan berkarakter kuat serta memiliki persiapan yang matang.
-          Bersuara lantang dan bernada bicara meyakinkan. Artinya, bahasa yang digunakan adalah bahasa yang bersahabat dan menarik.
-          Berpenampilan dan berbudi sopan dan santun.
-          Kuat dalam menggagas dan mempertahankan pemikiran yang telah ia sampaikan. Artinya, mampu mematahkan segala isykal yang dating dari para pendebat.
-          Tidak temperamental dan emosional dalam menghadapi ketat dan panasnya forum diskusi.
-          Selalu mengedepankan kedewasaan. Artinya, seorang yang ahli diskusi yang tangguh adalah yang mengerti kalau argumentasinya tidak-lah harus benar, sehingga bila hujjah yang mendasari argumentasi yang ia usung sudah tidak layak jual, maka ia –dengan gantle – dan jiwa besar ala kesatria, mengakui kelemahan pendapatnya, dan berkata “ Ya, Saya tadi melakukan kesalahan”.
Dan karakter ini-lah yang langka dimiliki oleh tukang diskusi, walaupun hal tersebut wajib adanya. Yakinlah, dengan mengakui kekalahan argumentasi yang telah kita kemukakkan –sedikitpun– tidak akan mengurangi wibawa dan ke’aliman kita di mata orang lain. Justeru akan nampak bodoh bila kita dengan mati-matian berusaha mempertahankan pendapat kita yang jelas-jelas keliru. Ingat-lah, tidak perlu gengsi untuk mendapat kebenaran. 
Dan untuk menuju kea rah tersebut, seorang pembahas harus-lah memiliki argumentasi kokoh.
I.         Argumentasi Yang Kuat
-            Argumentasi yang berdasar pada sebuah ‘illah al-hukm yang falid dan konkrit.
-            Argumentasi yang searah dengan materi dan topik yang diperdebatkan.
-            Penyampaian yang tertata rapi, jelas dan tidak terkesan mengada-ada.

II.      Menuju ‘Ibaarah Yang Kuat
1.        Pemahamam Masalah
Sebelum mencari ibaarah, seorang peserta musyawarah harus terlebih dahulu memahami karakter pertanyaan. Karakter yang dimaksud adalah

1.        Tujuan dari pertanyaan
2.        Umum atau khususnya permasalahan
3.        Cakupan pertanyaan
4.        Kemusykilan pertanyaan

2.        Cara Penggalian ‘Ibaarah
Setelah faham betul dengan pertanyaan, barulah peserta Mencari ‘ibaarah yang diperlukan. ‘Ibaarah dan/ yang lebih populer disebut dengan referensi (rujukan) adalah sesuatu dasar atau acuan para pembahas untuk menjawab materi yang diperdebatkan. Sehingga ibarah yang dibutuhkan adalah yang bisa mencakup semua aspek yang mungkin terjangkau oleh materi. Artinya, kemungkinan sekecil apapun harus diperhitungkan.
Selain itu, perbendaraan ‘ibaarah, bagi seorang peserta juga sangat penting. Artinya, seorang peserta tidak hanya memiliki satu ‘ibaarah saja, walaupun toh itu sama. Karena semakin banyak ‘ibaarah yang dimilki –apalagi berbeda – beda– akan lebih memperkokoh kekuatan argumentasi yang akan disodorkan.
Untuk mempermudah proses penggalian tersebut, akan kami tuturkan sebagamana berikut :

1.        Memasukkan pada bab pertanyaan
Caranya dengan mengetahui secara detail syarat-syarat atau kriteria setiap bab yang potensial tercakup oleh pertanyaan.
Misalkan bab fa’il, maka pembahas harus tahu syarat fa’il, hukum, dan yang terkait dengannya.

2.        Pembedahan pertanyaan
Artinya, mulai dari deskripsi sampai pada pertanyaan harus dipahami 100 %.  Misalkan ada pertanyaan إن قام زيد   termasuk jumlah apa ? maka, dimulai dengan setatus إن ; termasuk kalimah apa ?, kemudian baru قام زيد
3.        Penjelajahan ‘ibaarah
Setelah masuk pada suatu bab, maka perjalan selanjutnya adalah masuk pada fashal atau qadiyah yang ada dalam bab tersebut.
Misalkan ada pertanyaan ; Bagaimana pembacaan yang benar dalam lafadz سيبويه ?, maka harus masuk pada beberapa bagian bab atau bahkan fashal. Setelah diketahui lafadz tersebut adalah tarkib mazji, ghair al-munsharif dan ‘alam, maka semua bab atau fashal tersebut harus dimasuki. Kalau tidak, maka rumusan jawaban yang kita dapatkan hanyalah baru sebagian, artinya tidak mencakup keseluruhan atau bahkan tidak akan mendapatkannya sama sekali.

4.        Presentasi Kutub
Hal ini sangat penting, terutama untuk kalangan pemula. Artinya, sewaktu mencari ‘ibaarah harus-lah dimulai Dari kitab yang paling mudah dalam bentuk penyajian dan bahasanya. Misalkan Jaami’ al-Duruus al-‘Arabiyyah, Qawaa’id al-Lughah al-‘Arabiyyah, dll. Karena akan sangat membantu untuk proses awal pengasahan. Baru setelah itu, melangkah pada kitab-kitab yang lawas yang lebih sulit bahasa dan pemahamannya.  

5.        Lintas al-Kutub
Setelah selesai otak-atik satu kitab, maka harus berlanjut pada kitab yang lain, walaupun toh sudah ada gambaran konkrit ‘ibaarah atas materi permasalahan. Sebab, antara kitab satu dan laiinya kadang tidak sama muatannya, bahkan hukumnya. Bila hanya fokus pada satu ‘ibaarah atau satu kitab, maka pembahas akan jatuh sewaktu terdebat oleh ‘ibaarah lain yang berseberangan dengan acuan ‘ibaarahnya.
Dan yang harus diketaui, semakin banyak ‘ibaarah yang ada dalam genggaman pembahas semakin luas dan kuat-lah argumentasi yang akan dilontarkan.





6.        Agenda Pencarian ‘Ibaarah
Untuk menghasilkan ‘ibaarah yang konkrit dan banyak, maka dibutuhkan waktu yang tidak sedikit. Minimal adalah 3 hari  dan idealnya adalah 5 hari untuk satu permasalahan.
Caranya, setelah mendapat pertanyaan, maka –paling tidak– harus segera diteliti dan pahami. Kemudian baru proses pencarian dan pemahaman ‘ibaarah.
Sebenarnya hal ini tidak berat bila pembahas pandai mengatur dan mensiasati. yaitu dengan menyisakan waktu 1 jam setiap hari untuk proses tersebut. Insya-Allah tidak terasa berat dan penat. Beda kalau cuman dadakan, walaupun meluangkan 5 jam, hasil yang didapatkan tidak akan maksimal. Karena pikiran terlalu tegang dan lelah.

7.        Pemahaman 'Ibaarah

Setelah 'ibaarah dirasa cukup, maka proses selanjutnya adalah pemahaman. Dalam memahami 'ibaarah ada beberapa kiat, namun yang paling tepat adalah dengan :

1. Memulai dari kitab matan.
Sebelum paham betul dengan kitab matan, maka jangan pindah ke syarah, apalagi haasyiah, karena hanya akan mempekeruh pemahaman. Selain itu, matan adalah dasar, kalau dasarnya saja belum bisa dicerna apalagi syarahnya, haihaata.
2. Kitab Syarah
Kitab syarah sangat-lah berguna, karena dalam syarah terdapat penjelasan-penjelasan yang kadang tidak terjangkau oleh nalar pembahas. Sedari itu, tidak boleh meninggalkan syarah dan merasa cukup dengan matan. Karena muatan matan masih sangat global, dan perlu penjabaran.
3. Pemahaman haasyiah
Setelah keterangan syarah dipahami, maka perlu beranjak dalam haasyiah. Karena dalam haasyiah ini-lah berbagai keanehan dan ragam bahkan konflik argumentasi para ulama' tercantumkan.
4. lintas kutub
setelah matang dalam satu kitab, maka perlu perbandingan dengan kitab yang lain. Hal ini bertujuan untuk pengayaan daya jelajah intelektual pembahas. Selain itu, bertumpu hanya pada satu kitab, dalam Bahtsul Masaail hanya akan menambah fanatik dan kejumudan. Maka tidak ada alas an bagi pembahas professional untuk puas dengan satu 'ibaarah saja.

Tambahan     :
Di antara hal-hal yang membantu proses pencarian 'ibaarah –terlebih- pemahamannya adalah adanya seorang partner yang kapasitasnya di atas pembahas. Sebab, segala kebuntuan pemahaman akan segera teratasi bila ada sosok tersebut. Dan paling tidak bisa diajak bediskusi.

CARA MENGATASI NERFOUS
Dredeg, kurang percaya diri dan khawatir salah adalah hal yang lumrah dimiliki oleh para pemula. Namun –pada dasarnya- hal tersebut bisa diatasi dengan pelbagai konsep, antara lain :
1.      Melakukan persiapan yang mumpuni sebelu tampil.
2.      Aktif dalam segala aktifitas yang menuntut untuk tampil di hadapan umum.
3.      Ghirrah  (semangat) yang kuat untuk bisa tampil dihadapan umum.
4.      Menganggap sama semua anggota yang hadir dalam forum tersebut.
5.      Berdo’a “ أنا مبلغ والله يهدي

BAB II
Menuju Moderator Profesional

Kesuksesan forum diskusi –Bahtsul Masaail – tidak bisa terlepas dari seorang pemimpin yang mumpuni dan professional. Alotnya sebuah pembahasan, selain karena memang sulitnya materi yang dibahas, sangat besar kemungkinannya disebabkan seorang pemimpin diskusi (moderator) yang kurang berpengalaman.
Sedari itu, akan kami tuturkan beberapa karakter yang harus dimiliki oleh seorang moderator yang handal dan professional, sehingga dapat membuahkan hasil atau keputusan yang benar-benar sesuai dengan fakta konkrit dan memuaskan semua anggota majelis.

A.       Karakter Moderator
1.        Tegas tapi santun
Seorang moderator harus-lah mempunyai ketegasan dalam menyikapi setiap keadaan yang terjadi dalam forum. Misalkan ada peserta yang nyolonong dan semaunya sendiri dalam berargumen, maka secara tegas moderator harus berani menegur dengan kata-kata yang santun.
Contoh : Ringinagung…. ! Nanti kalau tetap nyolong tidak saya kasih waktu lho….
2.        Adil dan bijak
Adil –dalam hal ini– adalah mencakup :
a.         Tidak memihak kepada salah satu argumentasi peserta, tidak mengedepankan pendapatnya sendiri.
b.        Tidak mengedepankan dan memaksakan jawabannya sendiri.
c.         Adil dalam membagi waktu antara peserta (mujiib), perumus dan pentashhih. Kkhusus untuk peserta, seorang moderator harus benar-benar piawai dalam mengkoordinir, artinya ia harus tahu mana pendapat yang harus diutamakan dan mana yang tidak. Sehingga pembahasan tidak terlalu bertele-tele dan alot. Adil dalam hal ini bukan-lah memberi waktu pada semua peserta, melainkan tahu mana pendapat yang lebih mengarah pada pertanyaan atau tidak.  
3.        Cakap dalam berbahasa
Masalah bahasa, dalam forum diskusi –misalkan Bahtsul Masaail– merupakan  salah satu hal yang fital. Artinya, ketidak fahaman seorang moderator atas pemaparan yang disampaikan oleh peserta karena unsur bahasa akan sangat membahyakan terhadap kesuksesan majelis tsb. Maka dari itu, seorang moderator disyaratkan harus cakap dalam berbahasa, terlebih bahasa yang bisa difaham dan memengerti oleh semua anggota majelis.
Adapun bahasa yang dimaksud adalah :
a.       Bahasa Indonesia, mengingat bahwa bahasa ini bisa dimengerti semua kalangan.
b.      Bahasa Arab (kitab), mengingat ibaarah-ibaarah yang menjadi referensi dari forum ini mayoritas mengacu pada kitab-kitab dalam lingkup literatur bahsa arab.
c.       Bahasa Populer, mengingat banyaknya para peserta, perumus dan bahkan pentashhih yang menggunakan  bahasa tersebut.
4.        Berjiwa pemimpin
Artinya mampu bersikap konsisten, tegas dan berwibawa.
5.        Bertalenta tinggi
Seorang moderator harus-lah cerdas, mempunyai intelektual tinggi dan cekatan atau cepat tanggap terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam majelis, khususnya masalah ibaaroh, interupsi dari peserta atau arahan dari perumus dan pentashhih. Bila moderator kendo dalam pemahamannya, maka dapat dipastikan ruwet dan berlarut-larutnya perjalanan musyawarah. Bahkan bisa deadlog.
6.        Faham dan tahu betul dengan materi pembahasan
Faham akan materi yang diperdebatkan bagi seorang moderator adalah sangat penting. Untuk menuju moderator yang profesional haruslah menguasai segala aspek yang mungkin akan terjangkau oleh semua jawaban peserta. Segala kemungkinan haruslah ditelusuri sampai ke akar-akarnya. Akan sangat kentara moderator yang sudah melakukan persiapan dengan matang dan yang asal-asalan. Biasanya, moderator kok mbulet, bingung dan kurang tanggap, itu tandanya kurang persiapan.
7.        Tidak tempramental
Sebagai seorang pemimpin musyawarah, dituntut harus bersikap dewasa, tidak mudah terpancing emosinya dan tegar dalam menerima kritikan dari anggota majelis. Bila sedikit saja moderator terpancing emosi, maka hanya akan memperkeruh suasana dan menjauhkan mufakat dari para peserta. Andaikan berhasil menelurkan keputusan, maka keputusan tersebut tidaklah mardiyun ‘anhu.
8.        Bersikap aktif dan menggairahkan
Sikap aktif artinya moderator tidak diam dan selalu menunggu argumentasi dari peserta. Sebaliknya moderator harus pandai-pandai mengomentari pembicaraan peserta dengan sigap dan tepat serta mampu mengatur perjalanan musyawarah.
Selain itu, moderator juga dituntut bisa mencairkan suasana yang perlu dicairkan. Bisa dengan sikapnya yang humoris atau banyolan-banyolan ala kadarnya (intermishow). Hal ini bertujuan agar agnggota majelis tidak jenuh dan tetap bersemangat dalam membahas permasalahan pelik yang disuguhkan.

B.       Kiat Kinerja Moderator Profesional
Setelah memiliki karakter wajib di atas, maka akan kami tuturkan tata cara seorang moderator menjadi pemimpin musyawarah :
1.        Mengucapkan salam, Shalawat, dan mukaddimah secukupnya.
2.        Membacakan permasalahan yang akan dibahas dan meminta isykal dari para peserta. Bila ada kemusykilan yang masuk, maka sepenuhnya diserahkan kepada pihak penanya atau notulis. [i]
3.        Menarik tiga jawaban berbeda dari peserta serta menyaringnya. Bila ada jawaban yang searah maka cukup mengarahkannya pada jawaban yang sudah ada. Artinya, tidak semua jawaban dimasukkan dalam wacana pembahasan. Hal ini menilik pada mayoritas jawaban itu berkutat diantara tiga hal :
Fan al-Nahwi wa al-Shorfi : Boleh, tidak dan tafsshil.
Fan Fiqh : Sah, tidak dan tafshil atau halal, haram dan tafshil.
Dan yang harus diingat, semua peserta berhak mengajukan pendapatnya dan pasti ingin diterima, namun moderator cukup menyingkronkannya menjadi tiga.[ii]
4.        Pembacaan ibaarah yang menjadi rujukan dari jawaban para peserta, serta titik tekannya dan uraiannya.
5.        Memulai season I’tirad dan I’tidhadh.
Hal yang harus diperhatikan sebelum memulai season ini adalah menelalaah dan memperkirakan lemah dan kuatnya tiga argumentasi tsb. Setelah itu, moderator harus memulai dengan pendapat yang dianggap paling lemah, standart, lalu mengakhirinya dengan yang paling kuat. Tujuannya adalah untuk meratakan pembahasan.
Dalam season inilah moderator dituntut kerja maksimalnya. Karena lancar dan suksesnya sebuah musyawarah, yang nantinya menelurkan sebuah jawaban terdapat dalam season ini.
6.        Meruncingkan argumentasi peserta
Setelah peserta saling mengkritik dan mengkritisi jawaban peserta yang lain (kira-kira 0,5 jam), maka seorang moderator harus bisa menarik kesimpulan awwal; mana argumentasi yang harus diprioritaskan. Setidaknya moderator bisa tahu hal ini dari kuat dan tidaknya peserta dalam mengembalikan sanggahan-sanggahan peserta yang lain.
7.        Meminta pengarahan dari tiem undangan & perumus
Hal dilakukan untuk mengetahui apakah pembahasan yang telah dilakukan oleh para peserta telah sesuai dengan ideologi perumus atau belum. Sebab –setidaknya– perumus profesional tahu betul tentang ketepatan pembahasan.
Bila ternyata arahan perumus menyimpang dari pembahasan peserta, maka moderator harus mengedepankan arahan perumus dengan cara mengembalikannya pada peserta. Hal ini bertujuan untuk menyatukan pendapat peserta dan arahan perumus.
8.        Mengeliminasi (menggugurkan) & menetapkan argumentasi
Seorang moderator harus tegas dan berani menkotak jawaban peserta yang sudah tidak layak bahas. Namun tetap dengan bahasa yang ramah dan santun. Setelah itu, menetapkan salah satu jawaban yang dinilai paling kuat dan mendekati pada jawaban.
9.        Menyimpulkan jawaban & Menyerahkannya pada perumus
Setelah semua dan/ mayoritas[iii] peserta sudah sepakat dengan jawaban yang ada, maka moderator harus bisa menarik sebuah kesimpulan akhir dan menyerahkannya kepada perumus. Dalam hal ini, biasanya perumus akan menggodok kesimpulan jawaban peserta dan kemudian baru merumuskannya.
Permasalahan –mungkin– timbul ketika antara para perumus terjadi silang pendapat. Bila kondisinya semacam ini, maka moderator harus bisa bersikap bijak dalam menanganinya. Yaitu dengan menutup kesempatan untuk peserta untuk ikut campur dan mengadu argumentasi yang berbeda dari para perumus tsb.
Bila tidak ada yang mau mengalah[iv] maka moderator harus meminta pencerahan dari pentashhih untuk mengatasi permasalahan tersebut. Disinilah akan terlihat, seorang pentashih yang handal dan asal-asalan. [v]
10.    Mentashhihkan jawaban
Rumusan jawaban yang telah disepakati oleh dewan perumus, haruslah ditashihkan kepada pentashih, untuk dimintakan al-faatihah.













BAB III
MUSYAWARAH KELAS


Sebagaimana lazimnya forum musyawarah, musyawarah kelas juga sangat perlu untuk diperhatikan kwalitasnya. Mengingat dari kelas-lah muncul para generasi yang profesional dalam mengotak-atik sebuah permasalahan. Bahkan –menurut hemat kami– maju mundurnya generasi terletak dalam situasi muyawarah kelas. Artinya, bila kelas hidup, maka kesempatan memunculkan generasi emas juga terbuka lebar. Sebaliknya, bila kelas jumud dan laa yahya wa laa yamuut, maka akan sulit menelurkan kader-kader handal dan piawai, kalau pun ada, mungkin itu adalah sebuah keajaiban.
Maka dari itu, dibawah ini akan kami selorohkan beberapa methodologi efektif –insya Allah– yang kiranya bisa membantu menuju musyawarah kelas yang sehat dan bermutu.

  1. Tata Cara Musyawarah Aktif
1.        Pembukaan
2.        Pembacaan materi oleh penyawir
3.        Penyimakan oleh para peserta musyawarah
4.        Pemaparan atau penjelasan oleh penyawir (ngebor)
5.        Pembahasan materi
6.        Penutup


B.       Membentuk Musyawarah Aktif
1.        Peserta dikelompok-kelompok. Tujuannya untuk lebih memancing emosi dan ghirrah peserta dalam bermusyawarah.
2.        Peserta fokus dalam mengikuti perjalanan musyawarah. Tidak nerocos sendiri, rokok-rokokan atau tidur ria.
3.        Ada Pembina musyawarah yang aktif dalam mengarahkan.

C.       Penyawir
Sebagaimana lazimnya seorang orator, seorang penyawir dituntut harus bisa menjelma sebagai obyek yang layak jual. Artinya, kehadirannya –seakan-akan– mampu menyihir minat anggota kelas untuk mengikuti materi yang akan ia sampaikan. Maka dari itu, seorang penyawir membutuhkan beberapa karakter –sebagaimana berikut– yang bisa mendukung pada hal tsb.
1.        Penyawir harus menguasai penuh materi yang akan disampaikan
2.        Bahasa yang digunakan jelas dan dapat difaham oleh peserta
3.        Bersuara lantang dan tahu karakter peserta. Artinya, bila anggota terlihat jenuh, maka perlu adanya banyolan-banyolan alakadarnya, guna mencairkan suasana.
4.        Berpenampilan rapi dan sopan.

D.      Pembahasan Materi
Peran seorang moderator dalam hal ini adalah sangat besar. Untuk kriterianya, sama persis dengan moderator yang telah kami sebutkan di depan. Yang jelas, harus menguasai materi, aktif dan lapangan yang dihadapi.
Hal lain yang harus diperhatikan oleh seorang moderator kelas –sewaktu memimpin pembahasan– adalah;
1.      Pertanyaan peserta tidak keluar dari materi yang dimusyawarahkan.
2.      Peserta harus faham dengan pertanyaan yang diajukan.
3.      Peserta sepakat atas pertanyaan.
4.      Meminta pengarahan dari Pembina baru memulai pembahasan. Adapun caranya membahas, sama seperti penjelasan di awal.
5.      Bila pembahasan mbulet maka supaya meminta pengarahan Pembina.
6.      Bila sudah sepakat, maka ditashhihkan pada Pembina.










BAB IV
KAIFIYYAH MENJAWAB
Dalam sebuah forum bahtsul masaail, bekal utama bagi seorang mubahits adalah modal dan mental.
Modal adalah, penguasaan pemahaman tentang permasalahan yang dibahas. Hal ini bisa tertata dengan baik dengan cara melakukan persiapan yang benar-benar matang sebelum pelaksanaan bahtsul masaail.
Sedangkan mental adalah penguasaan diri dalam berbicara di depan orang banyak. Hal ini bisa terpupuk dengan baik dengan beristiqamah mengikuti kegiatan-kegiatan musyawarah diberbagai tingkatan. Untuk lebih jelasnya simaklah poin-poin di bawah ini.
    
I. Penyampaian rumusan jawaban
a.   Ungkapan terima kasih kepada moderator.
Dalam mengawali penyampaian rumusan jawaban, hendaknya diawali dengan ungkapan terima kasih pada moderator. Hal ini bertujuan untuk mengedepankan sikap sopan santun kita dalam bermusyawarah.

b. Menyikapi pertanyaan dan disusul rumusan jawaban .
Menyikapi peertanyaan sebelum menjawab sangatlah diperlukan. Hal ini bertujuan agar moderator dan peserta musyawarah lainnya, dengan mudah bisa memahami apa yang kita uraikan, sehingga tidak terkesan mbulet. Setelah kita selesai menyikapi pertanyaan yang ada, barulah kita menyampaikan rumusan jawaban kita.
c. Ungkapan terimakasih kepada moderator
Setelah kita selesai menyampaikan rumusan jawaban, jangan lupa sebelum mengakhirinya ucapkan lagi kata terimakasih pada moderator. Karena, selain memperlihatkan rasa hormat kita pada moderator, hal ini juga bertujuan untuk mengundang simpatik dari peserta musyawarah lainnya.
Contoh :
Þ    Terimakasih waktunya………!
Þ    Terimakasih atas waktu yang diberikan…..!
Þ    Terimakasih buat moderator ……….!  Yang baik / yang cakep / atau yang lainnya. (kalau kita ingin lebih santai dan mencairkan suasana sehingga kondisi mental tidak tegang).
Ø  Menyikapi pertanyaan yang ada “ apa hukumnya……? Maka kami menjawab…………”Eeeeee………! (supaya lebih santai dan menguasai diri, karena diawal-awal menjawab kondisi mental biasanya belum terkuasai).
Ø  Setelah kami mencermati pertanyaan yang ada “ kenapa …………dalam agama kita tidak diperbolehkan ?! kami menjawab……………….
Ø  Setelah kami mengamati serta mencermati pertanyaan yang ada dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, maka dengan tegas kami menjawab, bahwa ………hukumnya……….”
v  Terimakasih….!
v  Matur suwun……!
v  Te – ri – ma – ka – sih ….!

II. Pemaparan Rumusan Jawaban Serta Referensinya
a.        Ucapan terima kasih pada moderator.
Sebagaimana uraian di atas.
b.        Mengulangi rumusan jawaban dan memaparkannya dengan lebih gamblang serta membacakan referensi atau ta’birnya.
Hal ini, bertujuan untuk lebih memantapkan uraian kita sebelumnya. Selain itu, dengan adanya pengulangan tersebut, moderator dan juga peserta lain atau bahkan perumus serta mushahhih, bisa lebih fokus dan memahami pemaparan kita.
c.   penekanan poin ibarat.
Yang dimaksud  penekanan ibarat di sini adalah, menguraikan lafadh ibarat yang kita jadikan pijakan dalam menjawab.
d.        Jangan lupa tutup uraian anda dengan ungkapan terimakasih dalam mengakhiri poin ini.
Contoh :
v  Terimakasih waktunya……………!
v  Terimakasih atas waktu yang  diberikan…..!
v  Terimakasih buat moderator ……….!  Yang baik / yang cakep / atau yang lainnya. (kalau kita ingin lebih santai dan mencairkan suasana sehingga kondisi mental tidak tegang).
v  Eeeeeee………! Sebagaimana uraian kami di depan, “ bahwa ………hukumnya adalah ………
Kami mengambil referensi dari kitab ………juz………….shahifah/hal ………Bismillahirrahmaanirrahiim………….sampai selesai
Penekanan ibarat kami adalah kata-kata /lafadz ………..
Þ    Eee……! Sebagaimana uraian kami di depan, “ bahwa………hukumnya adalah………….”
Referensi yang kami ambil dari kitab……………juz …………hal…………..dengan gamblang memberikan pemahaman bahwa………..hukumnya………..berikut kami bacakan referensi tersebut, mohon disimak baik-baik. Bismillaahirrahmaanirrahiim……sampai selesai.
Poin ibarat /referensi kami tepatnya adalah lafadz…………
v  Terimakasih…………..!
v  Matur suwun………….!
v  Te – ri – ma – ka – sih ….!

Catatan:
Ketika membacakan ibarat hendaknya dimulai dari awal pembahasan agar mudah dipahami. Jangan terlalu cepat dan bacalah dengan suara yang lantang dan percaya diri.

III. Mengembalikan tanggapan/sanggahan
            Lazim adanya dalam sebuah forum diskusi diwarnai dengan pro dan kontra. Maka dari itu, ketika jawaban anda ditanggapi oleh peserta lain, anda harus siap memperkuat uraian anda dan juga harus siap melemahkan tanggapan/sanggahan tersebut. Berikut ini merupakan poin-poin yang harus diperhatikan dalam mengatasi kondisi tersebut.
1. Jangan minder/gugup
          Sudah barang tentu ketika kita berbicara dihadapan orang banyak, membutuhkan penguasaan mental yang bagus. Terutama disaat jawaban kita di rad atau dikritisi oleh mayoritas peserta lain. Yang anda harus lakukan adalah, menjaga kondisi emosiaonal anda.
v  Jangan marah! Karena akan menyebabkan gugup, dan membuyarkan konsentrasi kita.
v  Tarik nafas dalam-dalam. Dan pandang atau liriklah suasana di sekeliling anda dengan menebar senyum bersahabat.
v  Tetap santai dan optimis bahwa jawaban anda adalah jawaban yang tepat.
2. Cermati dan carilah poin kelemahan penyanggah
            Dalam hal ini, anda harus benar-benar mencermati dan meneliti setiap uraian kata-kata penyanggahserta pembacaan ibaratnya.
3. Mengembalikan tanggapan
Ø  Terimakasih waktunya..!
Ø  E….! Menyikapi tanggapan dari…………kenapa……alasannya adalah karena……….coba cermati ibarat kami………….dari situ anda bisa pahami bahwa…..adalah………….karena……….
Untuk lebih memantapkan hal tersebut anda juga bisa melihat kterangan yang ada dalam kitab …….juz……….hal………….disitupun juga menjelaskan bahwa……..adalah…………..
Jadi !kenapa……? karena……..
v  Terimakasih…………..!
v  Matur suwun………….!
v  Te – ri – ma – ka – sih ….!

Catatan : janganlah anda gugup atau minder ketika jawawban anda mendapat kritisan dari banyak peserta walaupun dari perumus sekalipun . santai, ikutilah petunjuk di atas, insyaAllah anda bisa mengatasi semuanya.

IV. Menanggapi/ menyanggah
Sebelum menyanggah atau menanggapui jawaban peserta lain, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Ø  Awali dan akhirilah dengan ungkapan terimakasihsebagaimana di atas.
Ø  Teliti dan cermati setiap kata dari rumusan jawaban yang ada.
Ø  Teliti dan cermati pula setiap kalimat dari ibarat yang dibacakan terutama pada kalimat yang dijadikan pijakan jawaban.
Ø  Jangan emosi..! sampaikanlah dengan santai, jelas, serta ulangilah kata-kata atau kalimat –kalimat ibarat yang menurut anda lemah atau kurang sesuai untuk menjawab.
Contoh :
Ø  Terimakasih…!
Ø  Setelah kami menyimak rumusan jawaban dari…….sekilas kami tangkap ada kata-kata………(arab)
Ø  Apakah …….menurut anda sudah sesuai ? padahal, arahan dari ibarat anda adalah menjelaskan tentang ………tak sedikitpun menyentuh pada yang kita bahas saat ini.
Ø  Terima kasih
Tambahan
v  Kalau anda sulit mendapat kesempatan berbicara, angkatlah papan almamater anda tinggi-tinggi. Kemudian, mintalah kesempatan pada moderator dengan sopan, serta pandanglah terus mata sang moderator.
v  Kalau ada peserta lain yang sudah diberi waktu tapi tak kunjung bicara, maka untuk mencairkan suasana anda bisa nerambul  dengan mengatakan :
Þ    “ Tor ! Tor ! sini aja tor !”
Þ    “ Yang sudah siap di sini lho tor “
Þ    “ Biar cepat selesai sinin aja tor.
v Ketika anda belum puas dengan rumusan jawaban dari perumus, hendaknya anda  tetap menuntutnya, karena dalam majlis musyawarah, semua elemen adalah sama. Cuma saja, dalam menyanggah hendaklah dengan kata-jkata yang lebih sopan dibandin peserta Contoh :
v Nyuwun sewu !dari uraiann bapak perumus ………menurut hemat kami masih belum tepat , karena ,
v Maaf! dari uraian manis bapak perumusd yang  panjang tadi kami ingin tahu referensinya . Karena   menurut kami dari ibarat yang ada,  tidak sedikitpun menyingguan permasalah tadi






















EPILOG

Dengan segenap ta'dzim, penulis haturkan terimakasih yang mendalam kepada       :

1.      Allah swt. Atas pertolongan dan petunjuknya.
2.      Nabi Muhammad saw. Keluarga dan para shahabat beliau, atas segala pembinaan sunnahnya.
3.      Seluruh masyaayikh dan guru besar kami, atas do'a restunya.
4.      Ust. Saifudddin Zuhri, atas sumbangan makalahnya.
5.      Ust. Rofiqut Taufiq & Ust. Umar Efendi atas kerjasamanya.
6.      Rekan-rekan kelas I Tsanawiyyah 1429-1430 H. atas support dan inspirasinya. Tanpa kalian, tidak-lah mungkin kami bisa berbuat lebih.
7.      Segala instansi yang membantu proses penyusunan pamflet ini.










M. Yasin Baihaqi

Kediri, 19 Muharram 1430 H.





________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________













Tidak ada komentar:

Posting Komentar